Friday, July 21, 2006

Anger fades away easily, but dissapointment stays longer..

When you found out that your partner has cheated on you, what would you feel?

Angry? Sad? Frustrated? Dissapointed? Confused?

Most likely, it'd be the combination of everything plus a big question ..WHY???

then you could not sleep well for days, crying all the time, bury your head under the pillow and scream out loud, go out with friends trying to forget the problem but you feel like staring at his face everywhere, hide his pictures under the bed or even burn them all..and when every hatred has been released....

..time to forgive. There's always time to forgive, right? Sooner or later, we forgive...we need to. In order for us to move on, clear our head, and start a new page..without him. Some people need a day, a week, months..or even years to forgive. But eventually, people do forgive.

Time passes by, life goes back to normal. We thougth we had forgiven him, but the memory or him cheating on you still flashes once in a while. It's not the cheating part that hurts us the most. It's beyond that. It's the "why it happened" part that's unbearable. The fact that he cheats on you somehow reveals, that you are no longer the one and only, not a priority, not china in his hand that he holds gently afraid that he might break it into pieces, and that he is capable of hurting you and he DECIDED TO DO SO. even worse when you feel guilty and start to blame yourself for being uncapable of making him happy and feel that having you alone is enough.

We feel dissapointed, at him and at ourselves. And this stays longer.

Thursday, July 20, 2006

Precious Moments...

Kemarin sore menjelang malam, tak lama setelah jam kantor usai dan beberapa tempat duduk di lantai 2 kantor ku sudah kosong..tiba-tiba lampu mulai goyang, dan tempat dudukku juga terasa nggak stabil…gempa!! Beberapa detik kemudian teman-teman dari lantai atas mulai menuruni tangga dengan cepat menuju ke pelataran kantor dan berkumpul di sana. Kebetulan entah kenapa aku memilih untuk tetap di lantai ku. Mungkin karena tidak terasa keras guncangannya. Beberapa orang teman juga memilih untuk tetap tinggal di lantai nya dan melanjutkan aktivitas masing-masing. Menurut seorang teman, bahkan dengan tenangnya manager ku tetap melanjutkan main billiard di lantai 6!:) Konon katanya seorang teman lainnya memilih tidak turun karena tanggung, ...sedang berbicara melalui telepon untuk layanan delivery makan malam! Hahaha...

Mungkin karena kantor kami hanya terdiri dari 7 lantai, sehingga getaran gempa tidak terasa terlalu kuat. Berbeda dengan mereka yang bekerja di gedung-gedung tinggi, saat gempa kemarin bisa jadi terasa begitu mengerikan. Tapi ternyata memang berbeda-beda ya, cara orang merespon situasi seperti ini. Ada yang dengan paniknya (kelihatan dari wajahnya) lari cepat menuruni tangga mencari tempat yang aman, ada yang turun tangga dengan tenangnya (bahkan menurut seorang teman kantor yang pada saat kejadian ada di gedung Sarinah-Thamrin untuk presentasi di klien, di sana ada yang dengan tenangnya menggunakan lift untuk turun! duh!), ada juga yang panik dan teriak-teriak..tapi tetap diam di tempat, mondar mandir..tapi tidak juga pergi ke tempat yang lebih aman J saking paniknya mungkin..., dan ada juga beberapa kawan yang tetap tenang..seakan-akan tidak terjadi apa-apa..[mungkin sudah pasrah ya..:) termasuk gue ..hehe...].

Kejadian-kejadian alam semacam ini belakangan menjadi akrab di kehidupan kita. Melalui berbagai media kita mewarnai hari-hari dengan mendengarkan atau membaca berita mengenai bencana alam. Setelah Aceh, lalu Jogja, kemudian Pangandaran, dan terakhir, kemarin sore kita alami sendiri. Memang alhamdulillah gempa kemarin di Jakarta tidak devastating seperti di tempat-tempat lain.

Seperti disentil oleh Sang Pemilik Kehidupan, tentu ada hikmah yang terasakan dari sekian detik bumi ini diguncang. Betapa kecilnya manusia, bukan apa-apa jika dibandingkan dengan kekuatan alam, belum lagi Pemiliknya. Betapa bernilainya setiap detik waktu yang kita punya selama hidup, betapa seringnya kita harus ingat untuk bersyukur. Betapa beruntungnya kita dikaruniai oleh orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita, dan betapa berharganya setiap saat yang kita habiskan bersama mereka.

By nature, pada setiap precious moment dalam hidup kita, baik itu dalam suka maupun duka, manusia memilih untuk berada di dekat orang yang ia sayangi. Baik itu untuk berbagi atau untuk bersandar. Seorang teman sempat bercanda sesudah gempa kemarin, bahwa pada saat gempa, mereka yang sudah berkeluarga, turun ke lantai dasar lebih cepat dibandingkan dengan yang belum J. Ini mungkin hanya sekedar guyon, tapi mungkin ada benarnya. Mereka sadar betul, bahwa jika sesuatu terjadi pada mereka, maka ada orang-orang yang langsung terkena impactnya..families and people they love...

Saat-saat seperti saat kemarin adalah precious moments. Saat dimana kita bisa berpikir sekaligus merasakan, dan saat kita belajar... sebelum ujian yang sebenarnya tiba.

Monday, July 17, 2006

Aerial View


23 June 2006

[masih disalin dari agenda kecil itu :)]

Di pesawat, aku suka banget duduk dekat jendela. Selain memberi perasaan nyaman karena serasa bisa tau kondisi di luar sana in case ada emergency :)..iya..iya...masih ada hubungannya dengan rasa takut tadi..hehehe...
Yang paling menyenangkan adalah saat-saat pesawat akan landing, terutama jika cuaca baik. Aku sangat menikmati pemandangan di bawah sana. Apalagi kalau pertama kali datang di suatu tempat. Apa yang terlihat di bawah sana menjadi "first impression" dari sebuah kota/tempat. Setelah mendarat, mungkin impresinya bisa berubah, tapi tetep aja..first impression tadi sangat berkesan.

Seperti waktu akan mendarat di Jeddah. Saat itu itu kita landing malam, sekitar jam 8:30 waktu setempat. Dari jendela pesawat, di kejauhan sudah tampak kota Jeddah yang terang sekali, dengan titik-titik lampu jalanan, lampu mobil, maupun lampu pertokoan yang berjajar menyala. Yang pertama terpikir saat itu,"gila, memang kaya banget negara ini. Gak ada hemat-hematnya sama lampu :D". Semakin rendah pesawat, semakin heran gue, karena hampir jam 9 malam tapi di bawah sana lalu lintas terlihat macet di mana-mana.

Ternyata, setelah turun, barulah kita dapat informasi dan mengalami sendiri, bahwa aktivitas outdoor warga sana memang baru dimulai pada sore hari dan akan berakhir pada pukul 2 dini hari! Sepertinya ini ada hubungannya dengan kegiatan ibadah shalat lima waktu yang biasa dikerjakan di awal waktu. Di sana, banyak aktivitas berhenti saat adzan berkumandang. Warga langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat (terutama di Mekkah dan Madinah sih..). Dari shalat Subuh, nyambung dengan shalat Dhuha, Shalat Dzuhur, nyambung lagi shalat Ashar. Setelah Ashar, barulah jam 4 sore an toko-toko buka. Karena itu lalu lintas pagi dan siang hari cenderung sepi, hanya ramai orang-orang ke kantor. Banyak toko-toko atau rumah makan buka hingga jam 00:00 atau bahkan sampai jam 2 pagi. Maka itu pemandangan pukul 9 malam dari atas sana terlihat terang benderang.

Beda lagi pemandangan waktu akan mendarat di Madinah. Kami landing di siang hari, pas sedang panas-panasnya. Suhu di darat waktu itu dilaporkan berkisar 42 derajat celcius. Dari jendela pesawat,yang terlihat adalah banyak sekali bukit-bukit dan gunung-gunung batu berwarna coklat, khas sekali karena ini juga pemandangan di Mekkah. Menjelang mendarat, yang ada di pikiran adalah bahwa bandara ini bisa diperluas seluas-luasnya..hihihi...soalnya sekelilingnya memang gurun..gak ada yang menghalangi. Tapi pemandangan Madinah dari atas cantik sekali...kotanya rapi...beda dengan kota-kota lain di kawasan Timur Tengah yang biasanya banyak rumah berdempet-dempetan...Ada perasaan tersendiri mendarat di kota yang sedang menata diri ini. Mungkin karena itu juga Rasulullah sangat betah tinggal di Madinah. Belum lagi penduduknya memang lebih ramah dibanding penduduk di Jeddah ataupun Mekkah.

Dalam perjalanan Jeddah-Amsterdam, kami sempat transit lumayan lama di Amman, Jordania. Tahun 1997 dulu pernah juga main di JOrdan sekitar 3 hari, tapi memandangi Jordan dari pesawat tetap memberikan kesenangan tersendiri seperti baru pertama berkunjung. Jarak yang hanya dua jam penerbangan dari Jeddah ternyata sangat membedakan kondisi kedua kota ini. Menjelang Amman, yang terlihat sejauh mata memandang hanyalah gurun pasir dengan sebuah jalan raya yang membentang panjang. Hanya sesekali terlihat semak-semak hijau. Dan pada saat landing, baru terlihat bahwa bandara utama di Jordania Queen Alia (named after the late Queen of Jordan) memang terletak di tengah-tengah gurun pasir. Jarak tempuh bandara ke pusat kota Amman masih sekitar 30 menit menggunakan mobil. Emm..kebayang deh..30 menit tapi gurun melulu..:P

Pemandangan kontras didapat saat akan mendarat di Schipol, Amsterdam. Kami mendarat menjelang matahari tenggelam, sekitar pukul 9:30. Jadi masih bisa menikmati cantiknya padang rumput dan ladang-ladang yang tertata rapi, dan air dimana-mana! :) Rasanya mata segar sekali disuguhi warna hijau, dan menjelang landing, ditambah dengan warna merah bata dari tembok-tembok rumah di Belanda yang tidak diplester. Apalagi matahari cantik sekali menemani kedatangan kami saat itu...

Perjalanan Amsterdam-S'pore-Bangkok..aku gak bisa komentar karena gak dapat tempat duduk dekat jendela :P

When there's nothing else I can do..


12 Juni 2006
7:50 pm WIB, 6:20pm local time

ground speed: 966km/hour

[disalin dari sebuah agenda kecil buat nyatet titipan doa temen2 :)]

Bukan berniat untuk mencatatkan sebuah perjalanan yang hanya direncanakan kurang dari dua bulan yang lalu sebagai kenang-kenangan agar lebih mudah mengenang perjalanan ini dengan dibantu foto-foto. Bukan.

"Penyakit" ku ternyata belum sembuh: gak bisa tidur di pesawat..*sigh*...Penyakit takut terbang ini memang sudah dari dulu. Tahun 1997, perjalanan 9-10 jam Manila-Istanbul juga dijalanin dengan mata terbuka lebar. Terasa sih, badan capek...tapi baru aja tidur-tidur ayam sebentar...begitu pesawat sedikit berguncang...hehehe...melek lagi deh.

Beberapa bulan belakangan, kerjaan kantor bikin aku mesti keliling keluar kota at least 3 kali sebulan. Aku suka banget travelling, tapi bagian yang paling menakutkan selalu sama: flying!
But I have no choice, semuanya harus dijalani dengan tegaaaar...dan tentu saja...jaim dong...:p
Penampilan sih boleh..blazer, celana panjang, sepatu hak tinggi...tapi siapa sih yang tau..gimana telapak tangan gak pernah bisa kering selama terbang :). Aku pikir, dengan sering naik pesawat, pasti deh lama-lama jadi 'pinter', gak kampungan lagi. Ternyata nggak tuh, teteup aja gak sembuh-sembuh :(.

Lagi-lagi bikin pemakluman dan mencoba menghibur diri...yah..wajarlaaaah khawatir. Tiap pergi pake pesawatnya 737-200..banteran 737-300, rada gede dikit. Jadi guncangannya berasa banget. Kalau pake pesawat gede, pasti deh gak gitu! Optimis!
Makanya tadi lega juga pas tau bakal pake 747-400, yang ada upper decknya. Asik, bisa rileks nih!

Dan ternyata sodara-sodara...sekali kampungan..tetep kampungan..Ada ya hal-hal yang gak bisa berubah. Pesawat udah segini gedenya, tangan tetep berair. Dan sementara orang-orang tertidur lelap, dari tadi aku cuma bisa nongkrongin screen di depan yang menunjukkan bahwa pesawat ini baru aja terbang di atas Colombo, dan jarak yang masih harus ditempuh ke Jeddah adalah 3726km, which means I would still have to sit here for another four hours!

Oh, well..harus disyukuri. Sudah setengah jalan (tadi pilotnya bilang kita akan terbang 8, 5 jam) dan everything is ok. Cuaca fine, cuma goyang sedikit-sedikit. Tapi seandainya bisa tidur, it'll be better, untuk nabung energy buat ibadah ntar.

Baca-baca buku doa udah. Makan udah. Tiap ada makanan atau minuman yang ditawarin pramugarinya, udah dilahap. Bawa cha-cha sebungkus, lumayan buat hiburan, tapi bosen. Roti udah. Apple Juice udah. Orange juice juga udah. Teh panas juga udah. Gila..pantesan kenyang!!

Mudah-mudahan ini emang udaranya yang gak enak, bukan badanku. Karena rasanya gerah. Kayak orang mau demam. Kabin pesawat kok panas gini ya..gak enak. Tapi tadi kok mama malah nawarin aku pake selimut karena katanya dingin..waduh..moga-moga gak sakit.

Btw, kadangan bingung. Darimana sih rasa takut terbang itu datang? Aku naik pesawat dari umur 5 tahun. Dan seingatku, alhamdulillah gak punya pengalaman buruk dengan pesawat. Biasanya kan sifat/kondisi beginian datangnya dari childhood memories, bukan?

Oh, well. sekarang..nulis juga udah. Ngapain ya?

Sunday, July 16, 2006

Same mistake. Same problem.
Name :
Web URL :
Message :