Tuesday, January 30, 2007

Small but Big

Hari Sabtu lalu..salah satu keinginanku tercapai. Menjadi relawan. Keinginan yang sebetulnya simple, tapi entah kenapa baru dijalankan sekarang. (Aku sering banget mengalami ini, banyak keinginan, tapi hanya berhenti di keinginan. Susah sekali mengambil langkah pertama.Bad habit..hehe)

Akhirnya, berkat ajakan salah seorang teman kantor, Sabtu lalu aku memutuskan bergabung jadi relawan di Komunitas 1001buku. Sebuah komunitas yang sangat berdedikasi, two thumbs up untuk inisiatif dan keberanian mereka melakukan. Nobody got paid, and they did this to fight illiteracy in this country! Aku rasa informasi tentang komunitas ini sudah tersebar luas, tapi kalau ada yang ingin tahu lebih detil, bisa lihat di www.1001buku.org.

Pertama kali datang, aku hanya bertugas membantu mengklasifikasikan buku-buku yang akan dibagikan ke puluhan taman bacaan, melabeli, dan input data. Simple. Tapi menyenangkan karena bisa sedikit berkontribusi. Siangnya aku dapet bonus pengalaman. Mendadak diminta jadi salah satu relawan pendamping untuk diskusi antar kelompok pengelola taman bacaan mengenai kekurangan dan kelebihan mereka masing-masing, semacam analisa SWOT. Dan aku tidak pernah menyangka, diskusi itu akan menjadi inspirasi dan semangat tersendiri buatku pribadi.

Para pemilik dan pengelola taman bacaan itu sebagian besar justru bukan dari kalangan berlebih. Diantara mereka bahkan ada yang mengawalinya dengan membuat rak-rak di kandang ayam, dan ditulisi 'baca buku, gratis'. Buku-bukunya yang berjumlah 30 buah adalah koleksi pribadi. Tidak banyak anak-anak yang datang, sehingga ia memutuskan untuk membuat taman bacaan di dalam gerobak. Gerobak ini didorong keliling kampung, dengan jadwal-jadwal mangkal diatur pada hari-hari tertentu. Terkadang, gerobak ini ditinggal untuk main bola begitu saja, sementara anak-anak membaca. Anak-anak itu begitu senangnya membaca, sehingga jika ada salah satu buku yang hilang, justru mereka yang akan mencarikan.

Taman bacaan lainnya berawal dari bimbingan belajar kecil-kecilan. Sang pemilik yang sepertinya berusia belia ini berfikir, alangkah bermanfaatnya jika selain bimbingan belajar, ia juga menyediakan perpustakaan gratis. Beberapa taman bacaan yang sudah berjalan lama biasanya menambahkan program-program lain yang menarik untuk anak-anak. Seperti memutar film pengetahuan, dan kunjungan ke perpustakaan/taman bacaan yang lebih besar. Semua nya menggunakan dana swadaya dibantu masyarakat sekitar.

Salah satu tantangan yang sering ditemui adalah adanya orang tua anak yang tidak setuju dengan kegiatan membaca. Beberapa orang tua menentang anaknya menghabiskan waktu dengan membaca, terutama mereka yang mengharuskan anak-anak itu untuk bekerja mencari uang. Untuk kasus-kasus semacam ini, pengelola taman bacaan akan mengadakan kunjungan ke rumah anak tersebut, dan menjelaskan kepada orang tua mereka apa pentingnya membaca. Sebuah tindakan yang sangat tulus dan membutuhkan semangat yang besar!

Mendengar mereka berdiskusi, aku pun bertanya pada diri sendiri. What have I done for my surroundings? Kadang-kadang aku terlalu memikirkan rencana-rencana besar, takut sendiri dengan bayangan sulitnya melakukan rencana-rencana itu, dan akhirnya memilih untuk tidak mengerjakannya. Mereka memilih melakukan langkah-langkah kecil, dengan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat sekelilingnya.

Saturday, January 06, 2007

JAM

27 Desember 2006, jam 8 lebih sekian di malam hari

“De’ Rini, besok pagi itu ada undangan rapat jam 7.30 di hotel Santika. Bisa hadir kan ya? Tolong beritahu teman-teman lainnya ya..Diminta tiga orang wakil dari organisasi ABCD untuk hadir..” Begitu yang diucapkan si Ibu bersuara lembut (selanjutnya kita sebut Ibu BSL) itu semalam via telepon, tentu saja setelah berbasa basi seperlunya di awal percakapan. Ya ampun, terus kapan aku ngabarin teman-teman yang lain? Artinya kan cuma tersisa waktu sekitar 1 jam-an untuk kontak teman-teman sebelum masuk zona waktu tidak sopan menelepon! Iya kalau mereka langsung bersedia!

“Waduh, kok mendadak sekali ya, Bu? Rapat apa Bu?”
“Iya, saya aja baru dapat undangannya tadi. Disini sih tertulis Rapat Koordinasi yang diadakan oleh Kementerian BLABLA. Bisa hadir kan ya?”
“Emm….iya Bu, kalau saya sih insyaallah bisa. Nanti saya coba juga hubungi teman-teman yang lain deh.”

Setelah mengirimkan sms ke beberapa teman, akhirnya jam 21.30 aku berhasil meyakinkan dua orang teman yang available. Tanpa tahu betul apa yang akan dibahas di rapat, kami sepakat untuk hadir. Sekali lagi aku memastikan ke Ibu BSL via sms bahwa rapat besok adalah pukul 7.30 di hotel Santika.

“Tepat sayang…thanks dan sampai ketemu besok ya…” Demikian balasan sms beliau.

28 Desember 2006, jam 7.15 pagi

“Pak, maaf kalau ruang meeting untuk Rakor Kementrian BLABLA dimana ya?” tanyaku kepada seorang pegawai hotel yang lewat dengan membawa setumpuk notebook dan pulpen. Kemudian dia menunjuk ke pintu persis di depanku.
“Tapi masih dikunci Bu. Ibu tunggu saja di lobby.” Aneh, 15 menit sebelum acara kok masih dikunci, pikirku sambil berjalan ke lobby.

Menjelang jam 7.30 dua orang teman datang. Beranjak ke ruang meeting, terlihat dua orang yang tampaknya panitia duduk di dekat pintu masuk. Ruang meeting sudah dibuka namun belum ada orang. Beberapa peserta rapat yang lalu lalang kemudian malah masuk ke coffee shop untuk sarapan. Aku dekati panitianya,
“Pak, maaf acaranya sudah mau mulai belum ya, kok masih sepi?”
“Oh, belum bu. Nanti jam 8. Ibu tunggu saja di lobby.”

Setelah sempat bingung sesaat, akhirnya kami sepakat, mungkin Ibu BSL tidak percaya kami akan datang on time, sehingga dia memajukan setengah jam dari jadwal sebenarnya. Yah, sudahlah tak apa. Sekitar jam 8 kurang 5 menit kami masuk ke ruang meeting. Ada beberapa orang sudah duduk disana. Tak lama kami duduk, seorang Ibu berseragam coklat mendekati.

“Dari organisasi ABCD ya? Saya Ibu NN, ini undangan untuk organisasi ABCD untuk acara ini,” katanya sambil menyodorkan amplop. “Ibu BSL agak sedikit telat katanya, ada perlu dulu sebentar.” Agak ingin ketawa juga sih, kami sudah hadir disitu, baru kemudian undangan diberikan. Yah, sudahlah tak apa (lagi). Iseng kami buka amplop itu, tertulis di detil acara - Tempat: Hotel Santika, Pukul: 8.30. Astaga.

Semua peserta gelisah ketika pada jam 8.45 acara tidak juga dimulai. Tiba-tiba MC mengumumkan bahwa kita sedang menunggu Bapak ANU yang terlambat datang karena ada salah informasi jam. Yeah, right. Akhirnya Bapak ANU datang didampingi Bapak ITU pukul 9.15. Acarapun dimulai dengan sambutan dari Bapak ANU dan Bapak ITU. Masing-masing sekitar 5 menit. Setelah itu MC kembali tampil ke depan,

“Hadirin, telah kita ikuti sambutan dari Bapak ANU dan Bapak ITU, acara selanjutnya adalah istirahat selama 15 menit.”

What??!! Istirahat dari apa?? Acara telat 45 menit, baru mulai 10 menit, otak kita saja baru ‘dipanaskan’, dan sekarang mesti istirahat 15 menit??

Acara dimulai 20 menit kemudian dan selesai pukul 12.15. Apa yang dibicarakan dalam rapat tidak perlu diungkap disini. Yang jelas, Ibu BSL baru datang pukul 10.15.

It’s just perfect :).
Name :
Web URL :
Message :